Senin, 08 Oktober 2012

Penyusunan Peta Sistem Sanitasi



Penyusunan Peta Sistem Sanitasi (PSS) mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.     Menentukan daerah dengan tipikal kepadatannya yang kurang lebih homogen. Untuk sektor tertentu, tahap pelayanannya mirip antara kondisi saat ini dengan kondisi yang akan datang. Dalam konteks ini, maka yang masuk dalam sektor sanitasi adalah pengelolaan air limbah domestik dan limbah padat. Apabila system drainase tersier masih digunakan untuk mengalirkan dan membuang air limbah domestik (termasuk tinja), maka sistem ini dianggap sebagai sub-sistem untuk pengelolaan limbah cair. Dengan demikian, PSS untuk drainase tersier harus direncanakan terpisah.
2.     Mengidentifikasi berbagai produk yang timbul dari ketiga subsektor sanitasi seperti:
a.      Air limbah, di antaranya terdiri dari tinja, urine, air pembersih, material pembersih, air bekas cucian dan
dapur, dan lain sebagainya
b.     Sampah, terdiri dari sampah rumah tangga (sampah dapur, plastik, kaca, kertas, dan lain-lain); sampah medis, sampah industri, dan lain sebagainya
c.      Drainase tersier, selain mengalirkan dan menampung limpasan, juga melakukan hal yang sama untuk air limbah rumah tangga (umumnya berupa grey water) dan air limbah lainnya
3.     Menganalisis luaran (output) dari setiap kelompok fungsional, karena produk yang dihasilkan menjadi masukan bagi kelompok fungsional berikutnya
4.     Menentukan opsi teknologi dari masing-masing kelompok fungsional
5.     Menyusun PSS awal dan mencoba mengombinasikan pilihan masing-masing teknologi secara interaktif. Bisa menggunakan sebagian ataupun keseluruhan kelompok fungsional, sehingga diperoleh desain yang layak secara teknis, lingkungan, sosial, serta layak secara ekonomi untuk sistem sanitasinya.






Rabu, 03 Oktober 2012

Depo Air Minum Isi Ulang Sempat Distop Dinkes Kota Tarakan



JAKARTA - Menanggapi instruksi Menkes Endang Rahayu terhadap pengawasan depo air minum isi ulang di daerah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan Khaerul mengatakan khusus untuk pengawasan air minum isi ulang di Tarakan pihaknya sudah melakukan pengawasan sejak lama. Bahkan untuk pengawasan depot air minum isi ulang ini dinkes rutin melakukan pengawasan khusus setiap tiga bulanan, enam bulanan dan pengawasan yang bersifat eksporadis.



Eksporadis ini khusus untuk depo air minum yang kita curigai melakukan pelanggaran berdasarkan laporan dari masyarakat, ujar Khaerul.
Tidak hanya untuk depo air minum (DAM) saja, dinkes pun mengaku tetap melakukan pengawasan terhadap kualitas air PDAM yang diterima masyarakat, karena air PDAM nantinya juga akan dikonsumsi masyarakat. Petugas kami secara rutin berkeliling untuk mengambil sampel melihat kualitas air minum tersebut, jelasnya.
Dikatakan Khaerul, depo air minum isi ulang yang sehat adalah kandungan air tidak boleh terdapat ekoli, dan kandungan zat besi harus sesuai standar kesehatan. Jika memang dalam pemeriksaan tersebut ada yang ditemukan tidak memenuhi standard tersebut, tentu akan diberikan sanksi.
Yang pernah kami temukan kasusnya adalah air yang diproduksi depo air minum mengandung ekoli dan PH rendah. Akhirnya depo yang bersangkutan kita minta untuk stop produksi dan dilakukan pembersihan serta pengecekan ulang, tuturnya. Sebelum dibuka kembali, air yang diproduksi depo tersebut juga harus dilakukan uji laboratorium ulang.

Dijelaskan Khaerul, untuk kualitas air minum isi ulang ini memang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Namun sangat disayangkan dalam Permenkes tersebut tidak dipertegas dengan sanksi jika dilakukan pelanggaran. Untuk itulah pemerintah kota Tarakan membuat Peraturan Daerah nomor 03 tahun 2011 tentang Kesehatan Lingkungan (kesling) sebagai penjabaran Permenkes tersebut. Dan perda Kesling tersebut sangat mendapat antusias pusat. Kalau di Perda ada sanksinya. Di perkemkes standard saja tidak ada sanksi, makanya jika ada pelanggaran di Tarakan akan dikenakan sanksi perda, tegasnya.
Dan jika pelanggaran dinilai sangat berat, selain perda juga bisa dikenakan undang-undang kesehatan untuk mencabut izin depo yang bersangkutan jika peringatan 1-3 kali tidak juga diindahkan.
Pihaknya juga mengingatkan kepada pemilik depo air minum isi ulang, selain mengutamakan kualitas air bersih dan layak minum, standar prosedur penanganan air minum masih banyak ditemukan yang tidak sesuai SOP. Misalnya untuk penjamah seharusnya menggunakan pakaian khusus, harus menggunakan sepatu boat, menggunakan masker mulut dan hidup, bahkan bertopi supaya tidak mencemari air.
Galon pun harus diperhatikan, tidak boleh disegel plastik karena sifatnya langsung diminum tidak untuk disimpan. Jadi tidak boleh distok, harusnya langsung dikonsumsi, bebernya. (ANTHON JOY/RADAR TARAKAN)

Selasa, 02 Oktober 2012

Kota Tarakan Menerima Penghargaan Pada Konferensi Sanitasi & Air Minum Nasional 2011


JAKARTA-Kota Tarakan termasuk salah satu kota yang diakui oleh pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan kota yang sehat dan berkelanjutan. Bahkan kemarin sore, atas keberhasilan tersebut kota Tarakan mendapatkan penghargaan Inisiatif Terbaik Bidang Kelembagaan dan Regulasi Kesehatan Lingkungan (Kesling).
Dijelaskan Hersonsyah, Kasubid Sumber Daya Alam Bappeda Tarakan, penghargaan yang diterima kota Tarakan ini lantaran SKPD-SKPD di jajaran pemerintah kota mampu meningkatkan akses AMPL (air minum dan penyehatan lingkungan) sesuai dengan kebijakan nasional dalam melaksanakan pembangunan AMPL.
“Ada delapan poin yang mendongkrak kota Tarakan unggul dari kabupaten kota lainnya di Indonesia,” kata Hersonsyah.
Pertama adalah perencanaan. Dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) terkait pembanguan AMPL tercantum dalam tujuh sasaran, enam kebijakan, 17 program yang sedang diformulasikan melalui strategi sanitasi kota sampai tahun 2014 dimana dalam operasionalnya dituangkan dalam renstra Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota, Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) serta Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) dengan target terukur. Sementara itu, juga terdapat 32 Badan Keswadayaan Masyarakat terlibat dalam menjaring aspirasi masyarakat.
Poin kedua adalah kelembagaan. “Ada enam SKPD terkait AMPL berkoordinasi dalam pokja AMPL/PPSP (Program Percepatan Sanitasi Pemukiman) yang didukung oleh media, 32 BKM yang kemudian membentuk Forum Kota Tarakan, media massa dan Universitas Borneo terlibat dalam Pokja APML dan memberi masukan sesuai dengan hasil kajian.
Poin ketiga adalah Regulasi. “Ini yang membuat Tarakan menjadi lebih unggul dari kabupaten kota lainnya. Yaitu lahirnya peraturan daerah terkait APML yaitu Perda 03 tahun 2011 tentang Kesehatan Lingkungan dan Perda 13 tahun 2002 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Kota Tarakan,” kata Hersonsyah.
Bahkan saat ini pemerintah kota sedang menyusun raperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta mempunyai contoh SK kelurahan di Karang Rejo, tentang pengelolaan Sampah.
Poin keempat adalah pembiayaan. Sesuai dengan renstra AMPL yang diawali tahun 2009, terdapat alokasi APBD untuk AMPL sebesar 1,5 persen pada tahun 2011 telah mencapai 4 persen. Disamping itu dilakukan juga sinergi dengan CSR dari Telkom dan Medco untuk air dan persampahan serta penghijauan. Tarakan juga mendapatkan hibah dari PMI Jepang untuk program air minum berbasis masyarakat.
Poin kelima advokasi. “Telah dilakukan dialog dengan para pengambil keputusan di eksekutif dan legislative dalam rapat pembahasan anggaran, melakukan pendekatan kepada masyarakat melalu BKM dan forum kota Tarakan dengan melibatkan media massa dan media promosi lainnya,” jelas Herson.
Poin keenam adalah implementasi. Pemerintah kota telah membangun embung. Dua unit sudah dioperasionalkan, satu unit sedang DED dan diharapkan selesai 2014 untuk sumber air baku PDAM sehingga mampu melayani 13 ribu SR dengan pendapatan sekitar Rp.1 miliar setiap bulan. “Sementara itu KSM Lestari di Karang Rejo telah mengelola sampah untuk 1.000 KK dengan memungut iuran dan mengolah sampah menjadi kompos, pupuk cair. Sedangkan BPLH dan Disbudparpora telah membuat hutan mangrove seluas 20 HA untuk Green Belt Tarakan,” ungkapnya.
Poin ketujuh adalah cakupan AMPL. Jika di tahun 2009 cakupannya hanya 48 persen untuk air minum dan 40 persen untuk sanitasi maka pada tahun 2011 cakupannya adalah 64 persen untuk air minum dan 73 persen untuk sanitasi. “Dengan meningkatnya cakupan tersebut berhasil menurunkan angka kesakitan diare, malaria dan demam berdarah dalam 3 tahun terakhir,” ujar Herson.
Dan poin kedelapan adalah monitoring dan evaluasi. Ini ditunjukkan dengan dilakukan berbasiskan e-government dengan SIM-PKP versi 2.0 karena menuju e-office yang diharapkan paperless dan memanfaatkan situs resmi pemkot. Dan hasilnya mampu mendukung pembuatan status Lingkungan Hidup Daerah dan berhasil mendapatkan Anugerah Terbaik 2011 untuk kota sedang dari Kantor Kementerian Lingkungan Hidup.


Peta Rencana Struktur Ruang Kota Tarakan


Peta Pola Ruang Kota Tarakan


Peta Kawasan Strategis Kota Tarakan